-->

Friday, July 2, 2010

Komplikasi dan prognosis dan Pencegahan Enuresis

Komplikasi dan prognosis
 
Pada enuresis primer, masalah psikologis hampir selalu menjadi akibat dari penyakit ini dan jarang sekali sebagai penyebabnya. Sebaliknya, masalah psikologis merupakan penyebab yang mungkin didapati pada enuresis sekunder. Komorbiditas masalah perilaku adalah 2-4 kali lebih tinggi pada anak dengan enuresis di semua penelitian epidemiologik. Dampak emosional enuresis pada anak dan keluarga juga dapat terjadi.5
Anak-anak dengan enuresis lebih sering dihukum dan berisiko mengalami perlakuan kasar secara fisik dan emosional. Beberapa penelitian melaporkan adanya perasaan malu dan kecemasan pada anak-anak dengan enuresis, kehilangan kepercayaan diri dan berpengaruh terhadap persepsi diri, hubungan interpersonal, kualitas hidup, dan prestasi di sekolah. Dampak negatif yang signifikan pada kepercayaan diri dilaporkan bahkan pada anak dengan episode enuresis satu kali per bulan saja.5 Sebuah penelitian potong lintang (cross-sectional study) dilakukan terhadap 149 pasien berusia antara 6 dan 18 tahun yang didiagnosis enuresis nokturnal primer monosimptomatik. Delapan puluh sembilan persen (n=132) pasien mengalami kekerasan akibat mengompol. Semua kasus ditandai oleh adanya hukuman verbal (caci maki) yang berhubungan atau tidak berhubungan dengan tipe agresi. Hukuman fisik tanpa kontak terjadi pada 50,8% kasus sedangkan hukuman fisik yang disertai kontak terjadi pada 48,5% kasus. Pelaku utama kekerasan adalah ibunya sendiri (87,9%). Terdapat korelasi yang signifikan antara tingkat pendidikan pelaku dan beratnya hukuman.15
Tingkat kesembuhan spontan untuk anak-anak yang tidak diobati adalah 15% per tahun. Ketika enuresis merupakan satu-satunya gejala yang dikeluhkan, terapi perilaku atau terapi alarm dapat bersifat kuratif untuk masalah ini. Desmopressin asetat dapat mengendalikan enuresis pada 55% anak. Ketika gejala ini juga terjadi pada siang hari, prognosisnya akan bergantung pada penyebab yang mendasarinya. Prognosisnya sempurna jika enuresis terjadi akibat sistitis, ureter ektopik, apneu obstruktif saat tidur, diabetes melitus, diabetes insipidus, penyakit dengan gejala kejang, blok jantung, atau hipertiroidisme. Enuresis akibat sistitis harus diatasi dengan terapi antibiotik yang tepat. Sedangkan ureter ektopik, apneu obstruktif saat tidur, dan blok jantung berespon terhadap intervensi bedah.5

Tabel 6. Prevalensi kesulitan koordinasi motorik anak dengan enuresis.16
Penilaian guru terhadap koordinasi anak Enuresis sebelum usia 7 tahun Enuresis pada usia 11 tahun Tidak ada masalah enuresis
Di usia 7 tahun: 1.035 anak 540 anak 10.084 anak
Kendali tangan buruk 6,4 % 10,2 % 3,5 %
Gaduh gelisah 9,8 % 15,4 % 5,6 %
Koordinasi buruk 4,4 % 5,2 % 2,0 %
Gemetaran 2,9 % 3,9 % 1,8 %
Di usia 11 tahun: 972 anak 509 anak 9.423 anak
Kendali tangan buruk 4,2 % 6,1 % 2,4 %
Gaduh gelisah 5,1 % 8,3 % 3,3 %
Koordinasi fisik buruk 4,0 % 4,6 % 2,2 %

Diabetes mellitus, diabetes insipidus, dan hipertiroidisme berespon terhadap intervensi medikamentosa yang spesifik. Enuresis akibat overactive bladder atau dysfunctional voiding biasanya dapat teratasi tetapi inkotinensia pada siang hari dapat berlanjut hingga masa pubertas dan dewasa pada sekitar 20% pasien. Prognosis enuresis akibat neurogenic bladder tergantung pada penyebab neurologik dan apakah pasien dapat menjalani pembedahan atau tidak.5 Enuresis di masa kecil berhubungan dengan timbulnya gejala sisa di usia dewasa, contohnya dalam hal fungsi sosial, pencapaian pendidikan, dan eksistensi diri secara psikologik. Sebuah penelitian menunjukkan penundaan perkembangan koordinasi motorik pada anak dengan riwayat enuresis di usia 7 dan 11 tahun.16

Pencegahan
Alasan terpenting untuk mengobati anak dengan enuresis adalah untuk memperbaiki hilangnya kepercayaan diri dan masalah-masalah psikologik sekunder atau masalah-masalah perilaku yang berkembang akibat enuresis.5 Pencegahan enuresis hampir sama dengan terapi perilaku yang diberikan pada anak dengan diuresis. Anak harus dibiasakan untuk buang air kecil di toilet setiap pagi hari dan didorong agar tidak terbiasa menahan kencing. Kondisi-kondisi yang membuat anak tidak nyaman untuk menggunakan toilet sedapat mungkin dihindari. Karena konstipasi dapat menjadi faktor predisposisi enuresis, pencegahannya juga dapat mencegah terjadinya enuresis. Dengan demikian, anak juga harus dibiasakan untuk buang air besar setelah makan pagi, diet kaya serat, dan tidak terbiasa menahan buang air besar. Anak harus mengurangi minum setelah makan malam sehingga anak harus dibebaskan minum pada pagi dan awal siang hari.


sumber : http://imsj.globalkrching.com/enuresis/

No comments:

thankiess dear :)